Selasa, 04 Oktober 2016

Pembentukan Syakhshiyah

PEMBENTUKAN SYAKHSHIYAH



Ketika seseorang memahami sesuatu berdasarkan tata cara yang khas berarti dia memiliki aqliyah (pola pikir) yang unik. Ketika seluruh dorongan pemuasan (atas kebutuhan fisik dan naluri-pen) dikaitkan dan digabungkan secara pasti dengan mafahim (persepsi) tentang sesuatu berdasarkan mafahim yang khas tentang kehidupan berarti dia memiliki nafsiyah (pola sikap) yang unik. Dan takkala mafahimnya tentang kehidupan menyatu dalam dirinya disaat pemahaman dan kecenderungannya menentukan sesuatu berarti dia memiliki kepribadian yang unik. Jadi, syakhshiyah itu adalah mengarahkan manusia, baik akal maupun kecenderungannya, terhadap sesuatu dengan arahan yang dibangun di atas asas yang satu. Berdasarkan hal itu maka pembentukan syakhshiyah adalah mewujudkan satu asas dalam berpikir dan muyulnya seseorang. Asas ini kadangkala satu jenis, kadangkala beraneka ragam. Apabila asasnya beraneka ragam maka hal itu layaknya menjadikan beberapa kaedah sebagai asas dalam berpikir dan muyul. Memang hal itu juga menghasilkan seseorang yang berkepribadian, akan tetapi kepribadiannya tidak mempunyai corak yang khas. Dan apabila asasnya satu macam maka hal itu layaknya menjadikan satu kaedah sebagai asas dalam berfikir dan muyul. Dan ini menghasilkan orang yang berkepribadian khas dan mempunyai ciri yang unik. Inilah yang harus diwujudkan pada diri manusia dan yang harus diusahakan ketika mendidik setiap individu.

Walaupun setiap pemikiran yang bersifat umum bisa dijadikan sebagai asas dalam berpikir dan muyul, akan tetapi pemikiran tersebut hanya dapat dijadikan sebagai asas untuk beberapa perkara saja bukan mencakup segala sesuatu. Dan tidak layak dijadikan sebagai asas yang mencakup segala sesuatu, kecuali pemikiran yang bersifat menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan kehidupan. Karena pemikiran menyeluruh tersebut merupakan kaedah berpikir yang diatasnya dibangun seluruh pemikiran, dan yang menentukan segala jenis pandangan hidup. Karena pemikiran yang menyeluruh itu adalah aqidah aqliyah, maka pemikiran itulah yang layak mengikat seluruh pemikiran tentang pengaturan urusan kehidupan dan mempengaruhi tingkah laku manusia di dalam kehidupan.

Namun demikian bukan berarti bahwa keberadaan pemikiran yang menyeluruh, atau akidah aqliyah, yang layak dijadikan sebagai asas yang bersifat umum dan menyeluruh bagi pemikiran dan muyul itu otomatis merupakan asas yang shahih. Namun pemikiran menyeluruh itu hanya layak dijadikan sebagai asas saja, tanpa memperhatikan apakah (pemikiran tersebut) benar atau salah. Yang menunjukkan asas itu benar atau tidak adalah kesesuaiannya dengan fitrah manusia. Jika akidah aqliyah (yang diperoleh melalui proses berpikir-pen) itu sesuai dengan fitrah manusia, maka ia adalah akidah yang benar sekaligus asas yang shahih bagi pemikiran dan muyul, asas yang benar untuk membentuk kepribadian. Akan tetapi jika bertolak belakang dengan fitrah manusia maka pemikiran menyeluruh tersebut adalah akidah yang batil dan asasnya pun batil. Yang dimaksud bahwa akidah itu sesuai dengan fitrah manusia adalah sifatnya yang menetapkan [apa yang ada dalam fitrahnya] berupa kelemahan dan kebutuhannya terhadap Sang Pencipta Yang Maha Mengatur. Dengan kata lain (akidah itu) sesuai dengan naluri beragama (gharizah at-tadayyun).

Akidah Islam adalah satu-satunya akidah aqliyah (yang diperoleh melalui proses berpikir-pen) yang menetapkan apa yang ada dalam fitrah manusia berupa naluri beragama. Akidah-akidah lainnya selain akidah Islam kadangkala sesuai dengan naluri beragama (gharizah at-tadayyun) akan tetapi melalui proses perasaan (wijdan), bukan melalui proses berpikir. Karena itu bukan termasuk akidah aqliyah. Kadangkala aqidah itu adalah akidah aqliyah akan tetapi tidak menetapkan apa yang ada dalam fitrah manusia, yaitu tidak sesuai dengan gharizah at-tadayyun.

Dengan demikian akidah Islam adalah satu-satunya akidah yang shahih, dan satu-satunya yang layak dijadikan sebagai asas untuk berpikir dan muyul. Dari sini berarti untuk membentuk kepribadian manusia harus menjadikan akidah aqliyah sebagai asas dalam berpikir dan muyul. Karena akidah Islam adalah satu-satunya akidah aqliyah yang shahih dan satu-satunya asas yang shahih maka pembentukan syakhshiyah wajib dilakukan dengan menjadikan akidah Islam sebagai satu-satunya asas dalam berpikir dan muyul agar terbentuk dalam diri seseorang syakhshiyah Islam, yaitu kepribadian yang tinggi lagi istimewa. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembentukan syakhshiyah Islam dilakukan dengan membangun pemikiran dan muyul secara bersamaan pada seseorang berdasarkan akidah Islam. Ini berarti telah terbentuk syakhshiyah Islam. Namun demikian pembentukan ini bukan berarti bersifat permanen, akan tetapi memiliki arti sebagai pembentukan syakhshiyah (kepribadian) saja.

Tidak dijamin bahwa kepribadian ini selalu berasaskan akidah Islam, karena kadangkala pada seseorang terjadi perubahan akidah dalam aspek pemikirannya, kadangkala perubahan juga terjadi pada aspek muyulnya. Perubahan itu kadangkala menyesatkannya, kadangkala juga menjadikannya fasik. Karena itu harus selalu diperhatikan bangunan pemikiran dan muyulnya berlandaskan pada akidah Islam di setiap waktu sepanjang kehidupannya, agar seseorang selalu memiliki kepribadian Islam. Setelah pembentukan syakhshiyah tadi hendaknya melakukan aktivitas untuk mengembangkan aqliyah (pola pikir) maupun nafsiyah (pola sikap)nya. Pengembangan nafsiyah dilakukan dengan beribadah kepada Allah dan bertaqarrub kepada-Nya dengan melakukan ketaatan dan selalu membangun setiap kecenderungannya terhadap sesuatu berdasarkan akidah Islam. Sedangkan pengembangan aqliyah dilakukan dengan menjelaskan (mensikapi) setiap pemikiran berdasarkan akidah Islam dan memaparkannya dengan tsaqafah Islam.

Inilah metoda pembentukan dan pengembangan syakhshiyah Islam. Ini pula metoda yang ditempuh oleh Rasulullah saw. Beliau mengajak manusia untuk memeluk Islam dengan menda’wahkannya kepada akidah Islam. Ketika mereka sudah memeluk Islam beliau memperkuat akidah mereka dan memperhatikan keterikatan ini dengan pemikiran dan muyul mereka berlandaskan akidah Islam, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits:


Kemudian beliau mulai menjelaskan ayat-ayat Allah yang diturunkan kepadanya berupa al-Quran dan menjelaskan hukum-hukum serta mengajarkan Islam terhadap kaum Muslim. Melalui tangan beliau dan para pengikutnya terbentuklah pribadi-pribadi yang Islami sesuai dengan yang beliau bawa, syakhshiyah-syakhshiyah tertinggi yang ada di alam semesta ini setelah syakhshiyah para nabi.

Berdasarkan hal ini tampak jelas bahwa dasar yang dilakukan pertama sekali pada individu adalah menanamkan akidah Islam pada diri mereka. Kemudian membangun pemikiran dan muyulnya berdasarkan akidah tadi, lalu bersungguh-sungguh melakukan ketaatan dan mendalaminya dengan berbagai pemikiran Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar