Senin, 03 Oktober 2016

Kepribadian Islam

SYAKHSHIYAH ISLAM
(KEPRIBADIAN ISLAM)




Islam telah memberikan solusi terhadap manusia dengan solusi yang sempurna untuk mewujudkan kepribadian (syakhshiyah) istimewa yang berbeda dengan kepribadian lainnya. Islam memberikan solusi berdasarkan akidah, yang dijadikan sebagai kaedah berpikir, yang diatas akidah tersebut dibangun seluruh pemikiran, dan dibentuk mafahim (persepsi-persepsi)nya. Maka ia dapat membedakan mana pemikiran yang benar dan mana pemikiran yang salah, ketika suatu pemikiran yang dibangun di atasnya diukur dengan akidah Islam sebagai kaedah berpikirnya, hingga terbentuklah aqliyahnya berdasarkan akidah tadi. Dengan demikian dia memiliki aqliyah yang istimewa berlandaskan kaedah berpikir tersebut. Ia memiliki tolok ukur yang benar terhadap berbagai pemikiran. Dia akan selamat dari kegoncangan berpikir dan terhindar dari kerusakan berbagai pemikiran. Dan dia tetap benar dalam berpikir dan selamat dalam memahami sesuatu.

Pada waktu yang sama Islam telah memberikan solusi atas perbuatan-perbuatan manusia yang timbul dari kebutuhan jasmani dan nalurinya dengan hukum-hukum syara’ yang terpancar dari akidah dengan solusi yang benar. Mengatur gharizah bukan mengekangnya, mengarahkannya secara teratur bukan mengumbarnya (tanpa kendali). Dan mempersiapkannya dengan memenuhi seluruh kebutuhannya dengan pemenuhan yang harmonis yang membawa ketentraman dan ketenangan. Islam telah menjadikan akidahnya sebagai akidah aqliyah, sehingga menjadikannya layak sebagai kaedah berpikir, yang digunakan sebagai standar terhadap seluruh pemikiran yang ada. Dan dijadikan pula sebagai pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan kehidupan. Karena manusia itu adalah sosok yang hidup dialam semesta, maka pemikiran yang menyeluruh ini telah memecahkan seluruh simpul yang ada, baik di dalam maupun di luar alam ini, sehingga layak menjadi persepsi (yang bersifat) umum. Yaitu sebagai tolok ukur yang digunakan secara alami ketika terjadi penggabungan antara dorongan-dorongan dengan mafahim; sebagai standar yang menjadi asas dan membentuk muyul.

Dengan demikian terwujudlah pada diri manusia kaedah yang pasti, yang menjadi tolok ukur bagi mafahim dan muyul secara bersamaan; sebagai tolok ukur bagi aqliyah dan nafsiyahnya. Dari sini terbentuklah kepribadian (syakhshiyah) yang berbeda (khas) dengan kepribadiankepribadian lainnya. 
Berdasarkan hal ini kita temukan bahwa Islam membentuk syakhshiyah Islam dengan akidah Islam. Dengan akidah itulah terbentuk aqliyah dan nafsiyahnya. Karena itu tampak jelas bahwa aqliyah Islam adalah berpikir berdasarkan Islam, yaitu menjadikan Islam satu-satunya tolok ukur umum terhadap seluruh pemikiran tentang kehidupan. Jadi, bukan sekedar untuk mengetahui atau untuk (kepuasan berpikir) seorang intelek. Selama seseorang menjadikan Islam sebagai tolok ukur atas seluruh pemikirannya secara praktis dan secara riil, berarti dia telah memiliki aqliyah (pola pikir) Islam.

Sedangkan yang dimaksud dengan nafsiyah (pola sikap) Islam adalah menjadikan seluruh kecenderungan (muyul)nya bertumpu pada asas Islam, yaitu menjadikan Islam sebagai satu-satunya tolok ukur umum terhadap seluruh pemenuhan (kebutuhan jasmani maupun naluri-pen). Jadi bukan hanya bersikap keras atau menjauhkan diri dari dunia. Selama seseorang menjadikan hanya Islam saja sebagai tolok ukur atas seluruh pemenuhannya secara praktis dan secara riil, berarti dia telah memiliki nafsiyah (pola sikap) Islam. Dengan aqliyah dan nafsiyah semacam ini berarti dia telah memiliki kepribadian (syakhshiyah) Islam, tanpa memperhatikan lagi apakah dia orang yang berilmu atau tidak, apakah dia melaksanakan perkara-perkara yang fardhu, mandub (sunat) dan meninggalkan yang haram maupun yang makruh, ataukah dia melakukan perkara-perkara lebih dari itu berupa ketaatan bersifat mustahabbah (amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah-pen) serta menjauhi perkara-perkara syubhat (yang tidak dapat dipastikan hukumnya secara pasti-pen). Semua itu tetap disebut berkepribadian Islam. Karena setiap orang yang berpikir berdasarkan Islam dan hawa nafsunya dikendalikan oleh Islam maka dia memiliki kepribadian (syakhshiyah) Islam.

Memang benar, Islam memerintahkan (umatnya) untuk memperbanyak tsaqafah Islam untuk mengembangkan aqliyah tersebut, sehingga mampu untuk menakar (mensikapi) setiap pemikiran. Islam juga memerintahkan untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan yang wajib dan meninggalkan sebanyak mungkin perbuatan-perbuatan yang haram guna memperkuat nafsiyah, sehingga mampu menolak setiap kecenderungan yang bertentangan dengan Islam. Semua ini berfungsi untuk lebih meningkatkan kepribadian dan berjalan menuju martabat yang lebih tinggi lagi mulia. Namun demikian bukan berarti orang yang tidak mengerjakan semua itu tidak memiliki kepribadian Islam. Dia juga memiliki kepribadian Islam. Orang-orang awam yang mengkaitkan tingkah laku mereka dengan Islam maupun orang-orang terpelajar yang hanya menjalankan perkara-perkara wajib dan meninggalkan perkara-perkara haram saja, juga tergolong berkepribadian Islam, sekalipun kepribadian tersebut berbeda-beda kekuatannya, namun semuanya berkepribadian Islam. Yang penting adalah selama seseorang menjadikan Islam sebagai asas bagi pemikiran dan kecenderungannya, maka dia memiliki kepribadian Islam. Berdasarkan hal ini terdapat perbedaan (tingkatan) tentang kepribadian Islam, aqliyah dan nafsiyah Islam. Karena itu merupakan kesalahan pada kebanyakan orang yang menggambarkan bahwa kepribadian Islam itu bagaikan malaikat. Pandangan semacam ini sangat berbahaya, karena mereka lalu mencari-cari malaikat di tengah-tengah masyarakat. Dan mereka tidak akan pernah menemukannya. Mereka tidak akan menemukannya sekalipun pada dirinya sendiri sehingga mereka putus asa, lalu menjauhkan diri mereka dari kaum Muslim. Para pengkhayal ini berdalih bahwa Islam itu hanyalah khayalan belaka, mustahil bisa diterapkan. Islam itu adalah ungkapan peribahasa yang sangat tinggi dan amat indah. Manusia tidak mampu menerapkannya atau bersabar karenanya. Mereka kemudian menghalangi orang-orang dari Islam dan melumpuhkan semangat banyak orang untuk beramal (berjuang). Padahal Islam datang kedunia untuk diterapkan secara nyata dan Islam itu riil adanya. Islam itu memberikan solusi secara praktis. Penerapannya tidak sulit dan bisa dijangkau oleh semua manusia selemah apapun pemikirannya dan sekuat apapun gharizah dan kebutuhan jasmaninya. Memungkinkan baginya untuk menerapkan Islam pada dirinya dengan mudah dan gampang setelah memahami akidah lalu berkepribadian Islam. Karena hanya dengan menjadikan akidah Islam sebagai tolok ukur mafahim dan kecenderungannya, kemudian berjalan sesuai dengan tolak ukur tersebut, maka dia dipastikan sudah berkepribadian Islam. Setelah itu tidak ada lagi yang harus dilakukannya kecuali memperkuat kepribadian tadi dengan tsaqafah Islam untuk mengembangkan aqliyahnya disertai dengan melakukan berbagai ketaatan untuk memperkuat nafsiyahnya, sehingga berjalan menuju derajat yang lebih tinggi lagi mulia dan mampu bertahan pada derajatnya tersebut, bahkan berjalan makin tinggi dan makin tinggi. Islam telah memberikan solusi atas segala pemikirannya dengan akidah. Islam menjadikan akidah sebagai kaedah berpikir (qa’idah al-fikriyah) yang dibangun diatasnya seluruh pemikiran tentang kehidupan, sehingga mampu membedakan antara pemikiran yang benar dan yang salah tatkala pemikiran tersebut ditimbang menggunakan tolok ukur akidah Islam yang dianggapnya sebagai kaedah berpikir. Dengan demikian dia selamat dari kegoncangan berpikir, terhindar dari kesalahan dan pemikiran yang rusak, serta tetap benar pemikirannya dan selamat pemahamannya. Islam juga mengendalikan kecenderungan (muyul) manusia dengan hukum-hukum syara’ dengan memberikan solusi yang benar atas setiap perbuatan yang muncul dari kebutuhan jasmani maupun gharizah (naluri). Mengaturnya bukan mengekang apalagi memusnahkannya. Menselaraskannya bukan mengumbar (tanpa kendali). Islam menawarkan solusi terhadap pemenuhan seluruh kebutuhannya secara teratur, yang membawa pada ketenteraman dan ketenangan. Karena itu seorang muslim yang memeluk Islam melalui proses berpikir dan bukti, menerapkan Islam pada dirinya secara total, memahami hukum-hukum Allah dengan pemahaman yang benar, maka si muslim tadi memiliki kepribadian Islam yang berbeda dengan (kepribadian) lainnya.

Dia memiliki aqliyah (pola pikir) Islam dengan menjadikan akidah Islam sebagai asas dalam pemikirannya. Dia memiliki nafsiyah (pola sikap) Islam dengan menjadikan akidah Islam sebagai asas dalam kecenderungannya. Berdasarkan hal ini maka syakhshiyah Islam itu memiliki sifat khusus yang mesti melekat pada setiap muslim. Dengan sifat tersebut dia bisa dikenali di tengah-tengah manusia, dan tampak diantara mereka bagaikan tahi lalat. Sifat-sifat yang melekat ini adalah hasil nyata keterikatannya dengan perintah-perintah Allah Swt dan larangan-larangan-Nya. Bertumpu pada kesadaran hubungannya dengan Allah. Karena itu dia tidak mengharapkan dari keterikatannya tersebut kecuali keridhaan Allah Swt.

Tatkala terbentuk pada diri seorang muslim aqliyah dan nafsiyah Islam maka dia memiliki kemampuan untuk menjadi seorang prajurit sekaligus pemimpin pada waktu bersamaan. Mampu menggabungkan antara rahmah (sifat kasih sayang-pen) dengan syiddah (sifat tegas).

Dia bisa hidup apa adanya atau diselimuti dengan kemewahan. Dia memahami kehidupan dengan pemahaman yang benar. Dia sanggup menguasai kehidupan dunia sesuai dengan haknya dan berupaya meraih kehidupan akhirat. Dia tidak dapat ditaklukkan oleh sifat penghamba dunia, tidak didominasi sikap fanatik buta terhadap agama dan tidak hidup menyengsarakan diri seperti yang dilakukan oleh orang-orang India. Pada saat yang sama dia menjadi pahlawan jihad sekaligus singa podium. Dia menjadi orang yang terkemuka/mulia namun bersifat rendah hati. Dia mampu memadukan antara perkara imarah (pemerintahan) dengan fiqih (hukum-hukum syara’), juga memadukan antara aspek perdagangan dengan politik. Sifatnya yang paling tinggi adalah sebagai hamba Allah, Sang Pencipta. Anda akan menemukannya sebagai orang yang khusyu’ dalam shalatnya, berpaling dari perkataan yang sia-sia, membayar zakat dan menundukkan pandangannya, menjaga amanat-amanatnya, memenuhi kesepakatannya, menunaikan janji-janjinya dan berjihad di jalan Allah. Itulah seorang muslim, dan itulah pula seorang mukmin. Dan inilah kepribadian (syakhshiyah) Islam yang dibentuk oleh Islam, dan menjadikannya manusia sebaik-baik ciptaan.

Allah telah menyebutkan ciri-ciri kepribadian tersebut di dalam al-Quran yang mulia pada banyak ayat. Disebutkannya sebagai sifat-sifat para sahabat Rasulullah saw, sifat-sifat orang mukmin, sifat-sifat hamba Allah (‘ibadurrahman), dan sifat-sifat mujahid. Allah Swt berfirman:

مُّحَمَّدٌ۬ رَّسُولُ ٱللَّهِ‌ۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُ ۥۤ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَہُمۡ‌ۖ تَرَٮٰهُمۡ رُكَّعً۬ا سُجَّدً۬ا يَبۡتَغُونَ فَضۡلاً۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٲنً۬ا‌ۖ سِيمَاهُمۡ فِى وُجُوهِهِم مِّنۡ أَثَرِ ٱلسُّجُودِ‌ۚ ذَٲلِكَ مَثَلُهُمۡ فِى ٱلتَّوۡرَٮٰةِ‌ۚ وَمَثَلُهُمۡ فِى ٱلۡإِنجِيلِ كَزَرۡعٍ أَخۡرَجَ شَطۡـَٔهُ ۥ فَـَٔازَرَهُ ۥ فَٱسۡتَغۡلَظَ فَٱسۡتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِۦ يُعۡجِبُ ٱلزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِہِمُ ٱلۡكُفَّارَ‌ۗ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ مِنۡہُم مَّغۡفِرَةً۬ وَأَجۡرًا عَظِيمَۢا (٢٩)

29. Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (TQS. al-Fath [48]: 29)

[1406] Maksudnya: pada air muka mereka kelihatan keimanan dan kesucian hati mereka.

وَٱلسَّـٰبِقُونَ ٱلۡأَوَّلُونَ مِنَ ٱلۡمُهَـٰجِرِينَ وَٱلۡأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِـإِحۡسَـٰنٍ۬ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنۡہُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُ وَأَعَدَّ لَهُمۡ جَنَّـٰتٍ۬ تَجۡرِى تَحۡتَهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيہَآ أَبَدً۬ا‌ۚ ذَٲلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ (١٠٠)

100. Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (TQS. at-Taubah [9]: 100)

قَدۡ أَفۡلَحَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ (١) ٱلَّذِينَ هُمۡ فِى صَلَاتِہِمۡ خَـٰشِعُونَ (٢) وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَنِ ٱللَّغۡوِ مُعۡرِضُونَ (٣) وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِلزَّكَوٰةِ فَـٰعِلُونَ (٤)

  1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
  2. (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,
  3. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
  4. Dan orang-orang yang menunaikan zakat,
  5. (TQS. al-Mukminun [23]: 1-4
وَعِبَادُ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلَّذِينَ يَمۡشُونَ عَلَى ٱلۡأَرۡضِ هَوۡنً۬ا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلۡجَـٰهِلُونَ قَالُواْ سَلَـٰمً۬ا (٦٣) وَٱلَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمۡ سُجَّدً۬ا وَقِيَـٰمً۬ا (٦٤)


63. Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.

64. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka[1072]. (TQS. al-Furqan [25]: 63-64)

[1072] Maksudnya orang-orang yang sembahyang tahajjud di malam hari semata-mata karena Allah.

لَـٰكِنِ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُ ۥ جَـٰهَدُواْ بِأَمۡوَٲلِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡ‌ۚ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ لَهُمُ ٱلۡخَيۡرَٲتُ‌ۖ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ (٨٨) أَعَدَّ ٱللَّهُ لَهُمۡ جَنَّـٰتٍ۬ تَجۡرِى مِن تَحۡتِہَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيہَا‌ۚ ذَٲلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ (٨٩)

88. Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama Dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. dan mereka Itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan, dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.

89. Allah telah menyediakan bagi mereka syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (TQS. at-Taubah [9]: 88-89)

ٱلتَّـٰٓٮِٕبُونَ ٱلۡعَـٰبِدُونَ ٱلۡحَـٰمِدُونَ ٱلسَّـٰٓٮِٕحُونَ ٱلرَّٲڪِعُونَ ٱلسَّـٰجِدُونَ ٱلۡأَمِرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَٱلنَّاهُونَ عَنِ ٱلۡمُنڪَرِ وَٱلۡحَـٰفِظُونَ لِحُدُودِ ٱللَّهِ‌ۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ (١١٢)

112. Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat[662], yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat Munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.

[662] Maksudnya: melawat untuk mencari ilmu pengetahuan atau berjihad. ada pula yang menafsirkan dengan orang yang berpuasa. (TQS. at-Taubah [9]: 112)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar